Friday, January 25, 2019

BAHAYA HOAX; MENGENALI DAN MEMBENTENGI GENERASI MILLENIAL DARI PENGARUH HOAX


Oleh : Nurul Winayanti, S.Pd.I

Hoax menjadi perbincangan hangat di media massa maupun media sosial belakangan ini karena dianggap meresahkan publik dengan informasi yang tidak bisa dipastikan kebenarannya. Hoax adalah suatu kata yang digunakan untuk menunjukan pemberitaan palsu atau usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu yang biasanya digunakan dalam medos, misalnya: facebook, tweeter, blog, dan lain-lain.
Menurut Wikipeda, Pemberitaan palsu adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya.
Menurut Dr. H. Fuad Thohari, MA (2016) sedikitnya ada empat macam berita bohong atau hoax, diantaranya adalah: Pertama, mitos atau cerita berlatar masa lampau yang boleh jadi salah, tetapi dianggap benar karena diceritakan secara turun-temurun. Kedua, glorifikasi dan demonisasi. Glorifikasi adalah melebih-lebihkan sesuatu agar tampak hebat, mulia, dan sempurna. Sebaliknya, demonisasi adalah mempersepsikan sesuatu seburuk mungkin seolah tanpa ada kebaikannya sedikit pun. Ketiga, kabar bohong atau informasi yang diada-adakan atau sama sekali tidak mengandung kebenaran. Keempat, info sesat, yaitu informasi yang faktanya dicampuradukkan, dipelintir, dan dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi seolah-olah benar. Di dunia komunikasi, ada istilah spin doctor untuk menyebut ahli pemelintiran komunikasi.
Karena hoax adalah merupakan berita palsu atau bohong, bisa kita bayangkan begitu bahayanya dampak hoax terhadap tatanan masyarakat yang sebenarnya sudah lumayan baik ini. Kebohongan juga akan berdampak pada kesimpangsiuran berita, bahkan sampai bisa menjadikan provokasi dan pertikaian. Maka kita generasi yang masih eksis pada era gadget dan smartphone ini harus bisa menelaah terlebih dahulu dalam menerima informasi-informasi dari manapun. Sehingga akurasi berita atau informasi bisa kita terima dan tidak akan mudah terprovokasi.
Adapun pembahasan ini penulis batasi pada kajian tentang bagaimana generasi milenial terhadap hoax dan solusi untuk meminimalisir hoax pada generasi milenial.

Generasi Millenial Rentan Terhadap Hoax
Generasi millenial adalah generasi yang lahir pada era tahun 1980-an hingga 2000-an merupakan generasi yang dinilai paling rentan ‘tertelan’ oleh berita bohong atau hoax. Semuanya terjadi karena hidup mereka banyak dihabiskan pada gadget dan seakan akan mereka tidak pernah lepas dengan dunia maya. Ini berimplikasi pada penerimaan mereka terhadap informasi-informasi yang mudah diakses melalui gadget mereka.
Tantangan terberat yang harus dihadapi generasi milenial adalah bertebarannya informasi bohong alias hoax. Informasi hoax, bila dibiarkan bisa memprovokasi dan mempergaduh suasana serta dapat merusak persatuan yang selama ini sudah dibangun dengan susah payah. Olehnya itu, sudah semestinya generasi milenial untuk memiliki komitmen memerangi hoax.
Bagi generasi milenial yang terlanjur mempergunakan gadget, tetapi di saat yang sama tidak diimbangi dengan kesiapan literasi media kritis untuk memilih dan menyikapi berita-berita yang objektif, risiko mereka terjerumus dalam provokasi dan informasi bohong tentu lebih besar. 
Sebuah berita hoax yang diproduksi, disirkulasikan dan kemudian diresirkulasikan melalui teknologi dan media yang konvergen, maka dalam tempo yang cepat tidak mustahil berubah menjadi "kebenaran" karena penyebarannya yang masif.
Booming informasi yang nyaris tidak terbatas di dunia maya membuat generasi milenial yang kritis sekali pun seringkali kesulitan memilah mana yang hoax dan mana pula yang bisa dipercaya.
Memang tidak mudah untuk menyaring antara berita hoax dan berita kredibel kalau tidak diimbangi penguasaan literasi yang bagus. Generasi kita yang suka serba instan harus mulai disadarkan tentang pentingnya membaca dan menggali dari berbagai referensi. Sehingga dalam penerimaan informasi apapun mereka dapat menelaah dengan seksama dan tidak cenderung reaktif terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya.

Solusi untuk Meminimalisir Hoax
Kita semua menyadari bahwa kemajuan teknologi informasi, meluasnya penggunaan gadget atau smartphone dan kehadiran media jejaring facebook, twitter, IG, dan lainnya serta kemudahan berselancar di dunia maya tanpa batas memang penuh pesona, dan menjadi daya tarik tersendiri. 
Dengan kita memahami bahwa hal ini adalah konsekuensi dari perkembangan gaya hidup maka upaya untuk mencegah agar dampak perkembangan TI tidak kontra-produktif. Tentu tidak harus dilakukan hanya mengandalkan pendekatan yang sifatnya regulatif-punitif, seperti melakukan razia di berbagai wartel, mengeluarkan fatwa haram untuk facebook, twitter, IG, dan lainnya, atau sekedar melakukan pemblokiran, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, adalah tugas kita bersama antara orang tua, madrasah, dan seluruh elemen masyarakat yang peduli untuk senantiasa membantu para pengguna gadget dan sejenis smartphone yang lain mengembangkan multiple literasi yang mereka perlukan untuk bernegosiasi dengan dunia digital. Artinya kita bisa turut andil dalam menyebarkan konten-konten positif sebagai bentuk counter terhadap hoax itu sendiri.
Menarik dan mengisolasi diri dari perkembangan teknologi jelas tidak mungkin dilakukan karena hal itu hanya akan membuat generasi menjadi gagap teknologi (gaptek) dan ketinggalan zaman. 
Namun, memfasilitasi persentuhan generasi milenial terlebih peserta didik pada satuan apapun dengan dunia digital, bagaimana pun tetap membutuhkan dukungan literasi media kritis sebagai koridor yang bisa memastikan bahwa mereka tidak akan salah arah hingga terjerumus menjadi korban dunia digital, yang tanpa disadari telah berubah menjadi lautan ganas yang mampu menelan siapa pun yang tak mempersiapkan diri dengan baik.
Pada kesimpulannya generasi sekarang memang perlu arahan, bimbingan, dan regulasi yang pasti, agar generasi milenial dan secara umum rakyat Indonesia untuk lebih cerdas dalam bermedsos, terutama menerima dan menyebarkan berita atau informasi dari sumber yang tidak jelas kredibilitasnya. Generasi milenial dan masyarakat secara umum perlu didorong untuk membiasakan diri melakukan klarifikasi terhadap semua berita atau informasi. Apalagi kalau informasi itu datangnya dari orang-orang fasiq, wajib klarifikasi dan uji telaah akurasi dan validitas berita.

Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments