Tuesday, October 31, 2017

GURU ADALAH KURIKULUM

(Upaya Pemberdayaan Guru Sebagai Kurikulum Tersembunyi/Hidden Curriculum)

Pendahuluan
Ketika terjadi perubahan kebijakan di dunia pendidikan, yang paling menerima dampak adalah guru. Perubahan kurikulum yang kesekian kalinya, membuat para guru berkomentar kesana kesini, ada yang menerima dengan ketidaktahuan, menerima dengan terpaksa, menolak dengan ikhlas dan menolak denga keraguan, bahkan ada yang acuh tak acuh. Pertanyaan besar penulis adalah mengapa ketika ada perubahan kurikulum kita sebagai pendidik bingung, berkomentar ngalor ngidul, pesimis, menyalahkan dan meragukan kebijakan pemerintah. Bukannya kita menjadi guru sudah sekian lama, pekerjaaan yang selalu kita geluti, dan profesi yang menjadi guru terhormat. Padahal kalau mengkaji lebih mendalam, guru adalah kurikulum itu sendiri, guru mempunyai peran tidak hanya sekedar mengajar tetapi mempunyai kewajiban yang tak tertulis diantaranya sebagai contoh/teladan, sebagai simbol lembaga, dan sebagai kebanggan peserta didik.  


Seputar Kurikulum
Konsep kurikulum sebagai program atau rencana pembelajaran, tampaknya diikuti oleh para ahli kurikulum dewasa ini, seperti Donald E. Orlosky, B. Othanel Smith (1978) dan Peter F. Oliva (1982), yang menyatakan bahwa kurikulum pada dasarnya adalah suatu perencanaan atau program pengalaman siswa yang diarahkan madrasah.
Menurut Undang–Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dikatakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Peran Guru
Guru memegang  peranan  penting dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar. Salah satunya fungsi guru yaitu untuk memperbaiki situasi belajar. Selain itu sebagai perencana, pelaksana, dan pengembangan kurikulum dari pengajaran. Guru adalah pembimbing, dinamisator, motivator, fasilitator, dan arsitek proses belajar mengajar.
a.   Guru sebagai komunikator  yaitu sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, agar pembelajar meguasai  materi pelajaran yang diajarkan.
b.   Guru sebagai informator yaitu pelaksanaan dengan beberapa cara mengajar: informatif, praktis, dan studi lapangan secara akademik maupuan umum.
c.   Guru sebagai organisator yaitu pengelolah kegiatan akademik seperti: silabus, workshop, jadwal pelajaran dan sebagainya.
d.   Guru sebagai motivator. Peranan ini sangat penting artinya dalam rangka meningakatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar. Guru harus dapat merangsang memberikan dorongan untuk mendinamisasikan potensi pembelajar, menumbuhkan aktivitas dan kreativitas sehingga yerjadi dinamika didalam proses pembelajaran.
e.   Guru sebagai  pengarah/direktor yaitu jiwa kepemimpinana seorang guru dalam peranan ini sangat menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetepkan.
f.    Guru sebagai inisiator yaitu pencetus ide-ide dalam proses belajar. Dalam pembelajaran guru perluh memberikan ide-ide yang dapat dicontoh oleh pembelajar.
g.   Guru sebagai transmitter/fasilitator yaitu memberikan fasilitas untuk kemudahan pembelajaran, mencipakan suasana belajar sedemikian rupa, serasi dengan pengembangan siswa  sehingga interaksi dalam pembelajaran akan berlangsung secara efektif.
h.   Guru sebagai mediator yaitu penengah dalam kegiatan pembelajaran. Selai itu, mediator dapat diartikan perancang pengembang, dan penyedia media serta cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
i.    Guru sebagai evaluator yaitu peranan akhir kegiatan guru dalam pembelajaran adalah melakukan evaluasi. Dalam hal ini guru mempunyai otoritas untuk menilai keberhasialan pengajaran.
Jika dihubungkan dengan kurikulum, peran guru dalam kurikulum sebagai berikut :
a.   Sebagai implementer, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Di sini guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Guru tidak memiliki kesempatan baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Peran guru hanya sebatas menjalankan kurikulum yang telah disusun. Peran ini pernah dilaksanakan di Indonesia saat sebelum reformasi, yaitu guru sebagai implementator kebijakan kurikulum yang disusun secara terpusat, dituangkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Pada era ini guru pragmatis, apatis dan tidak berkreasi
b.   Sebagai adapters, dimana guru lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik madrasah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
c.   Sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru tidak hanya bisa menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan disampaikan, tetapi bahkan dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan dan bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum guru sepenuhnya dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, misi dan visi madrasah/madrasah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang diperlukan anak didik. Dalam KTSP peran ini dapat dilihat dalam pengembangan kurikulum muatan lokal. Dalam pengembangan kurikulum muatan lokal, sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan, karena itu kurikulum yang berkembang dapat berbeda antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lainnya.
d.   Sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas professional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran ini guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, strategi maupun model pembelajaran, termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang dianjurkan dalam penelitian adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, PTK merupakan salah satu metode yang tidak hanya menambah wawasan guru dan menambah profesionalismenya, tetapi secara terus-menerus dapat meningkatkan kualitas kinerjanya. (Sanjaya, 2013:28)
Penjelasan Kurikulum Tersembunyi
Terdapat dua terminologi mengenai kurikulum, yakni terminologi kurikulum eksplisit (tertulis) dan implisit (tidak tertulis) atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Apa yang kita bahas sebelumnya lebih banyak terkait dengan kurikulum yang bersifat tertulis; yakni sebuah upaya pecapaian tujuan pendidikan dengan berbagai aktivitasnya yang telah didokumentasikan (direncanakan) dengan baik. Sementara itu, untuk pencapaian tujuan pendidikan terdapat hal-hal yang tidak terdokumentasikan/direncanakan/diprogramkan atau sifatnya tidak tertulis dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri, hal-hal inilah yang disebut dengan kurikulum tersembunyi.
Dakir (2010) mengatakan bahwa kurikulum tersembunyi adalah kurikulum yang tidak direncanakan, tidak di program, dan tidak dirancang, tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung atau tidak langsung terhadap output dari proses belajar mengajar. Valance (1973) mengatakan bahwa hidden curriculum  meliputi yang tidak dipelajari dari program madrasah yang nonakademik. Kohelberg (1970) mengatakan bahwa  hidden curriculum  sebagai hal yang berhubungan dengan pendidikan moral dan peran guru dalam mentransformasikan standar moral. Kyiriacou (1997) menyatakan bahwa hidden curriculum merupakan segala macam aspek pengalaman yang diperoleh siswa dari madrasah yang sangat berpengaruh terhadap karakter siswa. Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yaitu segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual.
Kurikulum tidak hanya sebatas hal yang tampak, ada yang tersembunyi tetapi memiliki peran yang signifikan bagi proses pendidikan dan peserta didik (Allan A.Glatthorn,1987:20)
Tersembunyi artinya tidak terlihat atau tidak dapat diindra. Tetapi tersembunyi bukan berarti tidak ada. Hidden curriculum adalah kurikulum yang tersembunyi, tetapi nyata dalam proses. Sehingga tidak boleh diabaikan peranannya. Kurikulum ini memiliki peran penting dalam mempengaruhi proses dan hasil belajar dalam melahirkan peserta didik yang sesuai ekspketasi masyarakat sebagai pengguna
Secara umum dapat dideskripsikan bahwa kurikulum tersembunyi merupakan hasil (sampingan) dari pendidikan dalam datar madrasah atau luar madrasah, khususnya hasil yang dipelajari tetapi tidak secara tersurat dicantumkan sebagai tujuan suatu kurikulum.
Kurikulum yang sesungguhnya pada umumnya bertujuan mencapai kecerdasan yang merata untuk semua peserta didik. Walaupun kurikulum tersembunyi memberikan sejumlah besar pengetahuan pada peserta didik, ketidaksamaan yang diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering menimbulkan konotasi negatif.
Kurikulum tersembunyi dapat juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti terbukti dalam pekerjaan yang diterapkan pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.
Madrasah sesungguhnya bukan hanya lembaga yang menawarkan mata-mata pelajaran yang ditandai oleh perolehan ijazah belaka. Namun banyak sekali hal yang bisa kita peroleh dari madrasah yang secara alami terkemas dalam apa yang diistilahkan hidden curriculum. Contoh dari kurikulum tersembunyi, antara lain :
1.   Pendidikan karakter.
2.   Kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik yang berkemampuan dan memiliki wewenang di madrasah. Fungsinya untuk pengembangan, sosial, rekreatif, persiapan karier, pembentuk karakter, pengembangan diri.
3.   Keteladanan guru, empat kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik, pedagogik (mengelola pembelajaran peserta didik), kepribadian (berkejiwaan mantap, berakhlak mulia, berwibawa, arif, menjadi teladan bagi peserta didik), professional (penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam), dan social (mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik).

Guru sebagai Kurikulum
Guru adalah seorang informal leader. Sebagai informal leader, tampilannya harus merupakan fungsionalisasi kepemimpinan yang mampu memberikan kesejukan dalam berinteraksi dengan para peserta didik. Siswa harus dilayani dengan kasih sayang, ramah tamah, bilhikmah, pengajaran yang baik dan argumentatif. Sebaliknya jangan layani siswa dengan kekerasan, sumpah serapah, caci maki, apa pun kesalahannya. Sadarkan dan berikanlah pengertian kepada siswa dengan berpusat kepada dirinya sendiri, bahwa segala sesuatu yang terjadi berpusat pada perilaku dirinya sendiri, sehingga mereka benar-benar kenal pada dirinya sendiri.
 Seorang peserta didik di madrasah banyak belajar dari apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, apa yang mereka rasakan, dan apa yang mereka lakukan.
Untuk itu, pendidikan kepribadian sesungguhnya merupakan tuntutan terutama bagi kalangan pendidik itu sendiri. Sebab, pengetahuan yang baik tentang sebuah nilai akan menjadi tidak kredibel ketika gagasan teoritis normatif nan apik itu tidak pernah ditemui oleh peserta didik dalam praksis kehidupan di madrasah. Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan.
Guru sebenarya harus sadar bahwa guru sebagai role model/uswah hasanah bagi peserta didik. Selama ini sebagian guru beranggapan peserta didik yang harus manut sama guru, bukan guru yang manut sama peserta didik. Pendapat seperti itu tidak salah tetapi sangat tidak benar jika dihubungkan dengan guru sebagai uswah hasanah
Guru mempunyai tugas dan fungsi kurikulum itu sendiri. Tujuan, fungsi dan evaluasi kurikulum ada pada diri guru itu sendiri.  Sebaik apapun perencanaan kurikulum, sehebat apapun konsep kurikulum dan serapi apapun kurikulum, jika tidak dibarengi dengan kemauan serta kemampuan guru mestinya hasilnya bisa nyeleweng dari rencana awal.

Guru diharap bersedia menyediakan waktu lebih untuk peserta didik. Mempunyai kasih sayang terhadap peserta didik, dengan bersedia membimbing, menyapa, menunjukkan, mengarahkan dan beramar ma’ruf nahi munkar. (Muhammad Sholeh, S.Ag,. M.Pd.I)
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments