Saturday, October 28, 2017

MENGHIDUPKAN KEMBALI NILAI-NILAI AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH (ASWAJA) PADA PESERTA DIDIK


Sobat… mungkin kalian sudah hafal dan sering mendengar semboyan ini:

المُحـَا فـَظـَـة ُ عـَلىَ القـَدِيْمِ الصـَّالِح وَالأخْذ ُ بـِالجَديْدِ الأصْلَح

Memelihara nilai-nilai lama yang masih baik dan menggali nilai-nilai baru yang lebih baik.
Semboyan tersebut di ungkapkan dalam rangka untuk mempertahankan eksistensi nilai-nilai Aswaja agar tetap mampu bertahan dan berkembang seirama dengan perkembangan zaman.
Agama islam itu satu namun banyak pemahaman dan pandangan dikalangan masyarakat, demikianlah kenyataan sejarah perjalanan islam yang pada gilirannya perbedaan pemahaman dan pandangan itu bermuara dan terakumulasi dalam madzhab-madzhab dan bagian-bagian baik menyangkut masalah Iman, Islam maupun Ihsan yang tercermin ke dalam disiplin Aqidah, Syariah dan Tasawwuf.
Islam sebagai Syariat Allah yang abadi dimana substansi keagamaannya terdiri dari tiga hal pokok yang sering dikenal dengan Trilogi Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Kebenaran (keshahihan) substansi keagamaan ini sebenarnya bisa diukur dengan ukuran baku dari sumbernya, yakni Al Quran dan As-Sunnah. Manakala nafsu manusia tidak ikut intervensi dalam klaim-klaim kebenaran dengan menganggap pendapatnya benar sendiri, karena pada hakekatnya kebenaran itu hanyalah dari Allah bahkan hanyalah Allah sendiri.
Dalam rangka untuk menghidupkan dan melestarikan nilai-nilai Aswaja dikalangan peserta didik, maka terlebih dahulu mereka harus mengetahui “apa itu Aswaja..?”
ASWAJA” adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal Jama’ah yang merupakan rangkaian tiga kata yaitu: (a). Ahlu; (b). Sunnah; (c).Jama’ah.
Adapun pengertian Aswaja secara Bahasa:
a.   Ahlu    : keluarga, golongan atau pengikut. 
b.   Sunnah: perkataan, amal perbuatan(pekerjaan), persetujuan, dan penetapan Nabi Muhammad SAW.
Berarti Ahlussunnah mempunyai arti: orang – orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
c Jama’ah mempunyai arti : Mayoritas ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara bahasa aswaja berarti orang – orang atau mayoritas para ‘Ulama atau umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para ‘Ulama.
Secara Istilah Aswaja berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawwuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdad
Pemakaian istilah Aswaja dari masa kemasa digolongkan menjadi dua:
1.  Masa Salafus Shaalih (سلف الصالح)
       Pada masa Salafus-Shaalih istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu digunakan untuk menyebutkan golongan islam yang mendahulukan petunjuk Al-Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasul (إتباع الرسول) dari pada petunjuk yang lain, sekaligus memeliharanya dengan cara jama’ah.
2. Masa Khalfus Shaalih (خلف الصالح)
        Pada masa Ulama’ Khalaf (ulama islam baru) istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah digunakan untuk menyebut golongan islam yang selalu memegang teguh As-sunnah dan bergabung dengan Jama’ah Ulama-Ulama yang berusaha mengikis faham-faham Bid’ah di bawah sinar para pimpinan tokoh pembaharuan (تجديد) yang berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah pudar dari amalan-amalan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Jadi bermadzhab disini berarti cara yang ditempuh untuk mendapat kebenaran yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits melalui pemahaman atau hasil pemikiran Imam Mujtahid.
Adapun Hukum fiqih Aswaja bersumber pada empat pokok :
1. Al-Qur’an, merupakan sumber hukum utama yang merupakan wahyu dari Allah SWT.
2. As-Sunnah, sember hukum kedua, berupa Hadits (sabda) dan Sunnah (Perilaku) Nabi yang merupakan penjelasan dan tauladan yang sesuai dengan Al Qur’an.
3. Al-Ijma’, sumber hukum ketiga, yaitu kesepakatan para Ulama atas suatu hukum setelah watar Nabi.
4. Al-Qiyas, sumber Hukum ke empat, yaitu menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum, karena adanya ‘illat yang sama antara keduanya.
NU Dan Aswaja
Nahdlatul ‘Ulama adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama dengan tujuan memelihara tetap tegaknya ajaran Islam Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Dengan demikian antara NU dan Aswaja mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan, NU sebagai organisasi atau Jam ‘iyyah merupakan alat untuk menegakkan Aswaja dan Aswaja merupakan aqidah pokok Nahdlatul ‘Ulama.
‘Ulama secara lughowi (etimologis) berarti orang yang pandai, dalam hal ini ilmu agama Islam. Begitu berharganya seorang Ulama, sampai Nabi pernah bersabda yang artinya : “Ulama itu pewaris Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewaiskan dirham atau dinar, melainkan hanya mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang cukup banyak.”.
Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiyai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiyai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya.
Lain dengan para Ulama’ NU di Indonesia menganggap aswaja sebagai upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun (seimbang) serta ta’addul (Keadilan). Perkembangan selanjutnya oleh ketua umum PBNU Kyai Said Aqil Shiroj dalam mereformulasikan aswaja sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan atas dasar modernisasi, menjaga keseimbangan dan toleransi, tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka memberikan warna baru yang sudah mulai tidak menarik lagi dihadapan dunia modern.
ASWAJA dalam kehidupan kekinian hanya mampu dibaca dan didengar oleh generasi muda khususnya para pelajar/peserta didik. Perang dalih dan argumentasi bahkan pembenaran atas sikap yang dilakukan oleh generasi muda sering kali menafikan nilai-nilai luhur Aswaja bahkan islam. Tidak terorganisirnya kaum muslim (ahlussunnah) dengan baik serta bergesernya gaya hidup sederhana menjadi gaya hidup kapitalis, mengakibatkan perubahan pola fikir dan perilaku generasi muda yang sangat pragmatis dan sulit berkorban.
Untuk itu sangat penting pendidikan Aswaja sejak dini ditanamkan kapada peserta didik secara mendasar yang fungsinya antara lain:
(a) menanamkan nilai-nilai dasar Aswaja kepada peserta didik sebagai pedoman dan acuan dalam menjalankan ajaran Islam.
(b) meningkatkan pengetahuan dan keyakinan peserta didik terhadap paham Aswaja, sehingga mereka dapat mengetahui sekaligus dapat mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya.
(c) memperbaiki kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelamahan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari; dan
(d) memupuk keyakinan peserta didik tentang ajaran Aswaja yang sesungguhnya, sehingga dapat mengamalkan dan menjalankan ajaran Islam dengan benar dan penuh keyakinan.
Tujuan Pendidikan Aswaja bagi peserta didik baik di tingkat dasar maupun menengah adalah untuk memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai paham Aswaja dan secara keseluruhan kepada peserta didik, sehingga nantinya akan menjadi muslim yang terus berkembang dalam hal keyakinan, ketakwaan kepada Allah SWT., serta berakhlak mulia dalam kehidupan individual maupun kolektif, sesuai dengan tuntunan ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah yang dicontohkan oleh jama’ah, mulai dari sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan para ulama dari generasi ke generasi.
Apabila substansi dan semboyan tersebut diatas dapat diwujudkan, maka dengan izin Allah akan terwujud pula tatanan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur islam. Sehingga generasi islam benar-benar mampu mendalami pesan Al-Quran dalam surat An-Nahl : 66 sebagai berikut:

وَإنًّ لـَكُمْ فِى الأنْعــَامِ لـَعِـبْرَة ً نُسْقِيْكُمْ مِـمَّا فِى بُطـُوْنِهِ مِنْ بَيْنِ فـَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنـًا خـَالِصـًا سَائِغاً للشـَّارِبِيْنَ

Artinya: “sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran bagimu. Kami memberimu minuman dari apa yang terdapat dalam perutnya, (berupa) susu yang bersih diantara kotoran (tahi) dan darah, yang mudah ditelan dan menyegarkan bagi orang yang minum.
        Maka kebahagiaan dunia akhirat menjadi kenyataan, serta hidup di dunia yang hanya sekali menjadi hidup yang berarti dan bermanfaat.

       Amalan-amalan NU (Aswaja) semuanya ada dasar hukumnya. Salah satu contoh adalah Tawasul.
Tawasul secara bahasa artinya mengambil perantara, secara istilah diartikan sebagai salah satu cara berdo’a kepada Alloh SWT. dan salah satu dari beberapa pintu tawajjuh kepada Alloh SWT. dengan menggunakan Wasilah (perantara), adapun yang dituju dari tawasul ini adalah Alloh SWT. semata.
       Ada beberapa dalil tentang diperbolehkannya tawasul baik dalil Al’quran, as-sunnah maupun atsar. Diantaranya firman Alloh SWT yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh SWT. Dan carilah perantara untuk sampai kepada Alloh SWT. Berjihadlah kamu di jalan-Nya, mudah-mudahan kamu dapat keuntungan.” (QS. Al-Ma’idah:35).
        Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki mentafsiri tentang ayat ini: Bahwa yang dimaksud dengan الوسيلة dalam ayat ini adalah setiap sesuatu yang dijadikan pendekatan/perantara kepada Alloh SWT. lebih lanjut ia menjelaskan :

وَلَفْظُ اْلوَسِيْلَةِ عَامٌ فِى اْلآيَهِ كَمَا تَرَى فَهُوَ شَامِلٌ لِلتَّوَاسُلِ بِالذَّوَاتِ اْلفَاضِلَةِ مِنَ اْلاَنْبِيَاءِ وَالصَّالحِيِنَ فِى اْلحَيَاةِ وَبَعْدَ اْلمَمَاتِ وَباِلْاتِيْاَنِ بِاْلاَعْمَالِ الصَّالِحَةِ عَلَى اْلوَجْهِ اْلمَأْمُوْرِ بِهِ وَلِلتَّوَاسُلِ بِهَا بَعْدَ وُقُوْعِهَا.

Artinya: Seperti yang kamu ketahui bahwa lafal الوسيلة pada ayat diatas bersifat umum yang memungkinkan artinya berwasilah dengan dzat-dzat yang utama seperti para Nabi, orang-orang soleh, baik dalam masa hidup mereka maupun sudah mati juga memungkinkan diartikan berwasilah dengan amal-amal soleh dengan menjalankan amal-amal soleh itu dan dijadikan perantara untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT.
        Sekian, semoga mendapat Ridlo Alloh SWT. dan bermanfaat, mohon maaf dan terimakasih.

        Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

By: M. Yasin Affandi, S.Pd.I
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments