Friday, December 30, 2016

STUDI IMPLEMENTASI WAJAR DIKDAS (WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR) DALAM UPAYA MENINGKATKAN ILMU PENGETAHUAN UMUM SANTRI DI PONDOK PESANTREN RAUDLATUL MUBTADI’IN NGAGEL DUKUHSETI PATI TAHUN 2013

   
Oleh: Nurul Winayanti
A.     LATAR BELAKANG
Di era reformasi, perkembangan pendidikan yang tumbuh mengakar dikalangan masyarakat muslim Indonesia mengalami babak baru yang berbeda dengan masa sebelumnya. Hal ini tampak dari perkembangan dua lembaga pendidikan Islam yang paling tua dan dominan, yakni madrasah dan pesantren dalam aturan sistem pendidikan nasional yang dijabarkan melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
 UU Sisdiknas telah menempatkan madrasah sebagai bagian pendidikan sekolah umum yang tidak lagi terikat dengan sistem penyetaraan. Sebab kedudukan madrasah sama dengan sekolah umum lain. Sementara pendidikan pesantren digolongkan kedalam pendidikan keagamaan non-formal yang diakui sebagai bagian sistem pendidikan nasional. Pesantren jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous. Pendidikan ini semula merupakan pendidikan agama Islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat Islam di nusantara pada abad ke-13.[1]
Sebagai salah satu struktur internal dalam pendidikan Islam yang mapan secara historis model pendidikan pesantren tertantang oleh pendidikan modern yang dibawa oleh penjajah Belanda pada awal abad ke- 20 dan beberapa tokoh waktu itu berpikir untuk mencari kemungkinan melibatkan pengembangan satu pendidikan umum, hal ini terjadi karena pendidikan Islam dibiayai oleh rakyat sendiri.
Dengan demikian pendidikan umum dapat direalisasikan dengan murah, tetapi karena alasan politis penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana sebagai akibat logis dari kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang tidak mau campur tangan dalam persoalan Islam.[2]
Boleh dikatakan pesantren menjadi terasing sejak zaman kolonial Belanda  karena tidak mendapatkan pengakuan secara politis. Pendidikan pesantren bukan saja terasing secara politis tetapi  juga terasing dari lingkungan kehidupan masyarakat sekitarnya. Sejak dahulu mereka mempunyai sebuah kehidupan yang unik, yaitu mempunyai kecenderungan untuk membentuk suatu kultur tersendiri atau dalam bahasa Gus Dur  hal seperti ini adalah subkultur,[3] dari kultur yang ada di masyarakat. Walaupun mereka hidup berdampingan dengan masyarakat, baik itu di daerah-daerah pedesaan maupun di perkotaan, di lokasi pondok pesantren biasanya berdiri beberapa bangunan fisik berupa rumah Kyia (pengasuh), Surau atau Masjid dan Asrama Santri.
Menurut Zamakhsyari Dhofier  ada empat elemen pokok dalam pesantren yang pertama adalah Kyai, Santri, pondok dan kitab-kitab kuning.[4]  Keempat elemen itu adalah merupakan ciri khas dari pesantren yang ada di Indonesia karena keempatnya merupakan hal yang berkaitan dalam tradisi pesantren.
Kegiatan di pondok pesantren dipusatkan pada pemberian pengajian buku-buku teks (al-kutub muqarrarah), semua kegiatan harus tunduk pada dan disesuaikan dengan pembagian waktu pengajian, demikian pula tidak ada ukuran pasti tentang harus berapa lama seorang santri menuntut ilmu di suatu pesantren  karena hal ini diserahkan  kepada santri sendiri, hal ini sangat berbeda dengan lembaga pendidikan formal selain ada pembatasan waktu tertentu juga ketika sudah purna akan mendapat sertifikat berupa ijazah.
Sedangkan pada pendidikan pesantren tidak ada model ijazah seperti pendidikan umum karena keberhasilan pendidikan pesantren (seorang santri) adalah dengan menggunakan ukuran adanya rasa ketundukan santri kepada Kyai dan kemampuan untuk memperoleh ilmu dari Kyai.[5] Artinya peran Kyai masih menjadi titik sentral, dan menjadi panutan atau keteladanan (uswatun hasanah) para santri, baik itu dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari, maupun hal yang lainya. Sehingga rasa ta`dzim ilmu dari Kyai itu mengalir kepada santrinya artinya transfer of knowledge dari hal inilah kemudian timbul konsep ilmu yang barakah (ilmu yang bermanfaat).
Dalam tradisi pesantren ilmu dipandang sebagai sesuatu yang agung, yaitu sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Berhasil atau tidaknya perolehan ilmu oleh seorang santri tidak hanya didasarkan atas ketajaman akal, ketetapan metode dan kesungguhan mencapainya, melainkan juga tergantung pada  kesucian hati, restu  atau   barokah   dari   Kiyai  dan upaya-upaya kegiatan ritual lainya seperti puasa, doa-doa dan riyadloh-riyadloh lainya. Dan pandangan ilmu juga dianggap sebagai hidayah dari Allah SWT.[6]
Dalam perjalanan perkembangan zaman dan peradaban manusia dalam konteks modernisasi, umat Islam tidak hanya memandang ilmu agama yang paling penting akan tetapi kesetaraan pendidikan umum untuk mendalami ilmu dijenjang pendidikan formal juga mutlak diperlukan.
Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tugas Negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu maka setiap warga Negara memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan.[7]
Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga tertua pendidikan keagamaan Islam di Indonesia telah banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sejarah perkembangan pondok pesantren menunjukan bahwa lembaga ini tetap eksis dan konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam sehingga melahirkan kader ulama, guru agama, dan mubaligh yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan peran serta pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan masyarakat, beberapa pondok pesantren juga telah merealisasikan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Salah satu pondok pesantren yang menyelenggarakan Wajar Dikdas adalah pondok pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati, yang menjadi objek penelitian peneliti.
Dari permasalahan penyelenggaraan pendidikan pondok pesantren yang lulusannya tidak memiliki ijazah formal ternyata menimbulkan kerugian bagi santri. Lulusan pondok pesantren tidak dapat melanjutkan pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi misalnya kejenjang perguruan tinggi atau unversitas. Permasalahan tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Menteri Agama H. Muhammad Maftuh Basyuni[8], saat meresmikan Pondok Pesantren Perintis Gontor Puteri VII di Kendari, 7 Oktober 2005, menyatakan:
“…Terlepas dari itu semua, betapapun juga pesantren-pesantren yang jumlahnya amat besar itu mempunyai fungsi-fungsi tertentu, entah besar atau kecil dalam proses perkembangan kehidupan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan.Anak-anak muda yang tidak mempunyai kesempatan masuk di sekolah, mereka yang tidak tertampung pada lembaga-lembaga pendidikan formal, yang karena kemiskinan tidak mempu bersekolah atau karena sikap orang tua mereka yang masih sederhana, menyebabkan mereka tidak bisa bersekolah. Maka lewat pendidikan tradisional di pesantren-pesantren inilah setidak-tidaknya mereka memperoleh dasar-dasar pendidikan yang rasa-rasanya cukup dan bermanfaat. Dengan kata lain, pesantren telah ikut berperan dalam dinamika masyrakat Indonesia. Karena itu pesantren harus mendapat pengakuan ...[9]

Melalui permasalahan pendidikan pondok pesantren tersebut di atas maka program yang dicanangkan oleh pemerintah sangat memberikan angin segar bagi pesantren khusunya bagi santri yang tidak mampu melanjutkan pendidikan formalnya. Dengan demikian, peneliti akan menguraikan sejauh mana efektifitas program tersebut terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum dikalangan santri.
Di pondok pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel terdapat sejumlah murid yang hanya mengaji saja, dengan kata lain tidak sambil melanjutkan pendidikan formalnya. Sehingga dengan adanya program wajar dikdas, pihak pengurus pondok pesantren merasa terbantu. Karena disamping santri mendapatkan ilmu agama yang cukup, mereka juga bisa melanjutkan ke sekolah formal sesuai jenjang yang dipilih.
Wajar dikdas yang dilaksanakan oleh pondok pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel selama ini mengacu pada peraturan pemerintah nomor: E/239/2001 tentang penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar pada pondok pesantren salafiyah.[10] Adapun pelaksanaan proses belajar mengajar sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak pondok pesantren dibawah pengawasan dan kontrol dari kementerian agama Kabupaten Pati.
Adapun peserta wajar dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in sebanyak 17 santri atau sekitar 5,70% dari 300 jumlah santri yang ada. Kebanyakan yang ikut adalah santri dari daerah pinggiran Kecamatan Dukuhseti yaitu sebanyak 11 santri (3,70%), sedangkan sisanya adalah santri yang dari luar Kecamatan Dukuhseti dan ada beberapa yang dari Kabupaten lain sebanyak 6 santri (2%).
Atas dasar pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian tentang implementasi wajar dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) dalam upaya meningkatkan pengetahuan umum  santri pondok pesantren Raudlatul Mubtadiin Ngagel Dukuhseti Pati.
B.    PENEGASAN ISTILAH
1.      Studi  
Studi yaitu suatu kajian, telaah; penelitian, penyelidikan ilmiah.[11] Studi yang dimaksud adalah sebuah kajian penelitian mendalam, menyeluruh pada satu obyek penelitian di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati Tahun 2013
2.      Implementasi
Menurut kamus besar Indonesia implementasi berarti pelaksanaan, penerapan hal yang disepakati lebih dahulu.[12]         
3.      Wajar Dikdas
Wajib Belajar ialah gerakan nasional yang diselenggarakan di seluruh Indonesia bagi warga negara yang berusia 7 tahun sampai 15 tahun untuk
mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.[13]
Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya 9 tahun dengan perincian 6 tahun di Sekolah Dasar atau yang setara 3 (tiga) tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau satuan pendidikan yang setara.
4.      Ilmu Pengetahuan Umum
Ilmu pengetahuan umum adalah segala  sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran umum, seperti ilmu yang dijadikan Ujian Nasional). Menurut Al-Ghozali ilmu pengetahuan itu berasal dari Allah, tujuannya untuk mencari keridloan dan mengabdi kepada-Nya semata, sedang manusia hanya mengembangkannya saja.[14]
Maksud pengembangan ilmu pengetahuan disini adalah pengembangan kepribadian santri (perspektif psikologis) di PPRM.
5.      Santri
Murid santren (pesantren), calon rohaniawan Islam.[15] Menurut Clifford Greetz, yang disebut santri dalam arti sempit adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren.[16]
6.      Pondok Pesantren
Pondok yaitu istilah nama pesantren yang digunakan di Jawa dan Madura.[17] Pesantren yaitu asrama dan tempat murid-murid: para santri belajar mengaji.[18] Jadi yang dimaksud pondok pesantren disini adalah sebutan tempat/asrama bagi santri dimana para santri menetap dan menuntut ilmu agama ditempat tersebut.
C.    IDENTIFIKASI MASALAH
Dari permasalahan yang peneliti temukan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.      Ada sejumlah santri yang belum memiliki ijazah formal dan tidak melanjutkan pendidikan formal.
2.      Santri yang putus sekolah formal hanya mengutamakan pendidikan dipesantren dengan mengaji kitab kuning saja.
3.      Kurangnya pemahaman orang tua dikalangan pedesaan terhadap pentingnya melanjutkan pendidikan formal.
4.      Ada beberapa siswa miskin sehingga orang tuanya tidak mampu menyekolahkan kejenjang yang lebih tinggi.
D.     RUMUSAN MASALAH
Adapun batasan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana Implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013?
2.      Bagaimana pencapaian target implementasi wajar dikdas dalam meningkatkan ilmu pengetahuan umum santri di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013?
3.      Hal-hal apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013?
E.     TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam skripsi yang peneliti susun, adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013.
2.      Untuk mengetahui pencapaian target implementasi wajar dikdas dalam meningkatkan ilmu pengetahuan umum santri di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013.
3.      Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013.
F.    MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian skripsi ini nantinya adalah sebagai berikut:
a.       Manfaat Teoritis
Melalui tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan formal dilingkungan santri untuk melegalkan ilmu pengetahuan umumnya dan pentingnya manfaat kesetaraan ijazah untuk melnjutkan pendidikan formal kejenjang yang lebih tinggi.
b.      Manfaat Praktis
1.      Bagi peneliti, manfaat yang dapat diperoleh yaitu untuk menambah wawasan dibidang wajib belajar pendidikan dasar yang dilaksanakan oleh pemerintah di lingkungan pondok pesantren salafi.
2.      Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi ustadz dan peneliti pendidikan di lingkungan pondok pesantren bahwa wajar dikdas sebagai sarana untuk memiliki kesetaraan ijazah layak diberikan kepada para santri. Sehingga para santri yang berkeiginan untuk melanjutkan ke jenjeng pendidikan yang lebih tinggi dapat terpenuhi.
3.      Bagi pondok pesantren, hasil penelitian ini semoga dapat dijadikan masukan atau acuan pondok pesantren dalam mengembangkan pendidikan santrinya  secara efektif dan efisien serta mampu mengikuti perkembangan yang dicanangkan oleh pemerintah.
G.    LANDASAN TEORI
1)      Konsep Wajar Dikdas
a.      Pengertian Pendidikan Dasar
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pendidikan dasar adalah merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.[19] Senada dengan pendapat di atas, pengetian pendidikan dasar menurut Udin S. Saud adalah jenjang terbawah dari sistem persekolahan nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.[20]
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan dasar adalah pendidikan yang lamanya 9 tahun yang pelaksanaannya 6 tahun di SD, dan 3 tahun di SMP. Pada jalur luar sekolah, pemerintah menyediakan program paket A & B. Hal ini berarti, pendidikan minimal yang harus diikuti atau dijalani oleh setiap warga negara Indonesia adalah sampai dengan tingkat SMP atau sederajat. Pendidikan dasar 9 tahun tidak berarti bahwa SD dan SLTP menjadi bentuk satuan pendidikan yang bersatu atau berada dalam satu atap tetapi tetap terpisah, meskipun keduanya merupakan pendidikan dasar.[21]
b.      Karakteristik Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar memiliki beberapa karakteristik. Secara umum dapat disebutkan sebagai berikut:
1.      Masa belajar pendidikan dasar berlanjut hingga sembilan tahun lamanya.
2.      Pendidikan dasar berfungsi membangun potensi dan kapasitas belajarpeserta didik, yang menyangkut; rasa ingin tahu, percaya diri, keterampilan komunikasi dan kesadaran diri.
3.      Pendidikan dasar berperan sebagai pengembangan kemampuan baca-tulis hitung, dan bernalar, memberikan basis teoritis keilmuan dasar serta melatih keterampilan hidup dan dasar-dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4.      Pendidikan dasar merupakan fondasi bagi pendidikan berikutnya.[22]
c.       Tujuan Pendidikan Dasar
Selain memiliki beberapa karakteristik seperti tersebut di atas, pendidikan dasar juga memiliki beberapa tujuan dasar yang hendak dicapai. Secara global pendidikan dasar dimaksudkan untuk “mengembangkan sikap dan kemampuan peserta didik serta memberikan pengetahuan dan ketermpilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat dan juga mempersiapkan peserta didik dengan sejumlah pengetahun dasar yang dapat dijadikan bekal untuk melanjutkan kejenjang pendidikan berikutnya.”[23] Dalam pengertian di atas, tujuan pendidikan dasar diorentasikan untuk memperkanalkan konsep-konsep dan atau teori-teori dasar pengetahuan (basictheory of knowledge) sebagai karangka dasar untuk bisa melanjutkan kejenjang pendidikan berikutnya.
Dalam konteks ini pula, aspek kelimuan yang diperkenalakan pada pendidikan dasar haruslah memiliki karangka epistemologis yang jelas dan koheren dengan keilmuan yang akan diterima anak pada jenjang pendidikan berikutnya. Sementara secara legal formal- institusional, tujuan pendidikan dasar berarti pula untuk memberikan ke-absahan bagi peserta didik untuk bisa melajutkan kejanjang pendidikan berikutnya atau yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau ijazah sekolah dasar. Dalam konteks dunia saat ini, STTB menjadi satu-satunya alat bukti yang absah dan diakui bahwa yang bersangkutan telah tamat belajar. Hal ini berlaku pula pada jenjang pendidikan lainnya.[24]
d.      Landasan Normatif  Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Salafiyah
Adapun penyelenggaraan Program Wajar Dikdas pada Pondok Pesantren Salafiyah mengacu pada beberapa landasan yuridis sebagai berikut :
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
2.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
3.      Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, yang telah diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998;
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, yang telah diubah dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998;
6.      Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1971 tentang Pendidikan Luar Sekolah;
7.      Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional;
8.      Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar 9 Tahun;
9.      Kesepakatan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama RI Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/8672000 tentang Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun;
10.  Keputusan Bersama Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama dan Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional Nomor: E/83/2000 dan Nomor: 166/C/KEP/DS-2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pondok Pesantren Salafiyah Sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar.[25]
Beberapa keputusan dan peraturan perundang-undangan di atas dijadikan sebagai landasan normatif dalam melaksanakan program wajar dikdas pondok pesantren salafiyah. Melalui peraturan yang dikeluarkan pemerintah diharapkan dapat menjadikan pedoman yang resmi dalam melindungi program wajar dikdas. Ini merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam mengembangkan program pendidikan dasar sembilan tahun.
e.       Tujuan Wajar Dikdas
Tujuan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada pondok pesantren salafiyah, seperti yang tercantum pada buku panduan teknis penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar pada pondok pesantren salafiyah, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Mengoptimalkan pelayanan program nasional wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun melalui salah satu jalur alternatif, dalam hal ini pondok peantren.
2)      Meningkatkan peran serta pondok pesantren salafiyah dalam menyelenggarakan program wajib belajar sembilan tahun bagi para santri, sehingga dapat memilki kemampuan setara dan kesempatan yang sama untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun pada pondok pesantren salafiyah, bukan lagi sebuah wacana, namun kini telah digulirkan dan dilaksanakan.
3)      Interaksi Santri Sebagai sumbu utama dari dinamika sosial, budaya dan keagamaan masyarakat Islam tradisional, pesantren telah membentuk suatu subkultur, yang secara sosial antropologis bisa dikatakan sebagai masyarakat pesantren. Artinya apa yang disebut psantren disitu bukan semata wujud fisik tempat belajar agama, dengan perangkat bangunan agama, dengan perangkat bangunan, kitab kuning, santri dan kiyainya.[26]
2)      Ilmu Pengetahuan Umum
a.      Pengertian Ilmu Pengetahuan Umum
Istilah ilmu pengetahuan adalah berasal dari dua istilah yaitu ilmu yang artinya sebuah pengetahuan yang sistematik.[27] Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. Pengetahuan adalah informasi kumulatif yang dapat diwariskan atau ditranmisikan sehingga memungkinkan berkembangnya ilmu.[28]
Menurut Amin Syukur ilmu pengetahuan dalam bahasa inggris disebut science  dan dalam bahasa latin disebut scientia; keduanya diambil dari bahasa Yunani sciere yang berarti mengetahui.[29] Pengetahuan dapat disebut science atau pengetahuan saintifik jika memenuhi kriteria berikut:
a.       Harus masuk dalam kategori intelektual yang melalui proses nalar.
Ilmu pengetahuan sebenarnya tidak hanya sebatas pada obyek-obyek realitas yang kongkrit saja, tetapi dapat menjangkau apa yang tersembunyi dan apabila diekspresikan akan berwujud ide-ide atau konsep. Ini semua hanya mungkin dimiliki oleh manusia saja.
b.      Bersifat pasti
Ilmu pengetahuan harus dapat diuji kebenarannya. Dalam hal ini tidak ada keraguan bagi orang yang menyelidiki atau memahami konsep atau ide yang ditelurkan.
c.       Harus melalui kajian yang mendalam tentang objek yang dibahas.
Ilmu pengetahuan tidak hanya terbatas dengan fakta-fakta, akan tetapi harus dilengkapi dengan fondasi-fondasi atau kausa-kausa yang mendukung fakta tersebut. [30]
Dalam Ensiklopedia Ilmu Pengetahuan ditulis bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu system dari pelbagai pengetahuan yang masing-masing  mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi satu kesatuan.[31] Sedangkan Poerwadarminta mendefinisikan Ilmu pengetahuan sebagai segala  sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).
Dari berbagai pendapat di atas, istilah ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai usaha pemahaman manusia yang terstruktur dalam kenyataan, struktur, kategori, variable-variabel, dan hukum-hukum mengenai realitas yang dikaji baik mengenai alam, manusia maupun agama atau sistem kepercayaan yang kebenarannya teruji secara empiris melalui penelitian dan eksperimen.
Berdasarkan pemaparan di atas, jadi yang dimaksud Ilmu pengetahuan umum adalah sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu yang pembenarannya sering digunakan dalam percakapan dan merupakan suatu fakta yang umum. Ilmu pengetahuan umum yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai muatan materi umum (non agama) seperti ilmu alam atau IPA, B. Indonesia, Ilmu hitung yang disebut Matematika, ilmu sosial, dan lain-lain.
b.      Sejarah Dikotomi Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan Umum
Dalam kajian historis, dikotomi ilmu mulai muncul bersamaan atau setidak-tidaknya beriringan dengan masa renaissance[32] di Barat. Pada mulanya kondisi sosio-relegius maupun sosio-intelektual, dikuasai oleh gereja. Kebijakan-kebijakannya mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran-ajaran Kristen dilembagakan dan menjadi penentu kebenaran ilmiah.[33] 
Bahkan semua penemuan hasil dari penelitian ilmiah dianggap sah dan benar jika sejalan dengan doktrin-doktrin gereja. Akhirnya, temuan-temuan ilmiah yang bertentangan dengan doktrin-doktrin tersebut, harus dibatalkan demi supermasi gereja. Dalam kenyataannya, ternyata banyak para ilmuan yang menentang peraturan tersebut dan tetap berpegang teguh terhadap penemuan ilmiahnya.
Menurut Mujamil Qomar (2005) dalam bukunya Epistimologi Pendidikan Islam mengutip dari Ismail Raji Al-Faruqi, bahwa :
“...Barat memisahkan kemanusiaan (humanitas) dari ilmu-ilmu sosial, karena pertimbangan-pertimbangan metodologi. Menurut tradisi Barat bahwa standarisasi ilmiah, ilmu apa pun termasuk ilmu sosial adalah adanya obyektivitas. Tidak boleh terpengaruh oleh tradisi, idiologi, agama, maupun golongan, karena ilmu harus steril dari pengaruh faktor-faktor tersebut. Sedangkan faktor kemanusiaan, lebih sering menekankan pendekatan rasa manusiawi dalam menyikapi segala sesuatu, sehingga lebih mengesampingkan obyektivitas. Dalam hal ini agaknya memang sulit untuk dikompromikan...” [34]

Dalam dunia Islam, menurut Azyumardi Azra, dikotomi keilmuan bermula dari historical accident atau kecelakaan sejarah, yaitu ketika ilmu-ilmu umum (keduniaan) yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio, dan logika mendapat serangan yang hebat dari kaum fuqaha. Sehingga terjadi kristalisasi anggapan bahwa ilmu agama tergolong fardlu ‘ain atau kewajiban individu, sedangkan ilmu umum termasuk fardlu kifayah atau kewajiban kolektif. Akibat faktor ini, umat dan Negara yang berpenduduk mayoritas Islam saat ini tertinggal jauh dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi (IPTEK).[35]
Dalam konteks sejarah Indonesia, dikotomi ilmu ini dimulai sejak penjajahan Belanda yang berkepentingan untuk menjajah Indonesia lebih lama dan tanpa ada perlawanan dari bangsa pribumi. Mereka kemudian menebarkan kesan adanya pemisahan antara ilmu agama dan umum sehingga menjadi paradigma umum di tengah masyarakat Indonesia: ilmu agama adalah urusan akhirat sedang ilmu umum urusan dunia.[36] 
Sampai saat ini jurang pemisahan itu tetap terasa, dan bahkan menjadi haluan pendidikan di negara kita. Ilmu-ilmu Islam, misalnya, ia berada di bawah Kemenag (Kementrian Agama), sedang ilmu-ilmu umum berada di bawah Kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan). Dikotomi tidak hanya pada ke mana dua alur pendidikan ini berkiblat, tapi juga berpengaruh pada fasilitas, pengakuan, dan anggaran dana dari APBN. Pendidikan umum ternyata lebih subur dibanding pendidikan agama.
3)      Pengertian Santri
Kata santri menurut etimologi berarti murid santren (pesantren), calon rohaniawan Islam.[37] Menurut Clifford Greetz, yang disebut santri dalam arti sempit adalah seorang murid satu sekolah agama yang disebut pondok atau pesantren.[38] Sedangkan menurut Nurcholis Majid santri berasal dari bahasa sansakerta “sastri” yang artinya melek huruf, atau ada pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa dari kata “cantrik” yang berarti seorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.[39]
Prototipe santri ini dibagi menjadi dua yakni santri yang menetap (santri mukim) dipesantren dan santri yang tidak menetap, hanya datang untuk belajar dan pulang kembali ke rumah mereka tatkala pelajaran usai. Prototipe santri yang terakhir ini juga dikelan dengan istilah santri kalong atau santri nglaju.[40]
Berdasarkan pendapat di atas bisa kita simpulkan bahwa santri adalah sebutan bagi murid yang mengikuti pendidikan keagamaan baik menetap di pondok pesantren ataupun tidak. Pengertian santri tidak hanya sebatas pada siswa yang menempuh pendidikan dunia pesantren, akan tetapi santri adalah sebutan bagi calon rohaniawan Islam yang mempersiapkan diri (belajar ilmu agama) untuk bekal kehidupan selanjutnya (dunia untuk menempuh akhirat).


H.    METODE PENELITIAN
Metode digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian yang dianggap sahih dan valid. Selanjutnya metode dapat diartikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode-metode untuk penelitian.[41] Sehingga metode memiliki fungsi menguji hasil-hasil penelitian yang seharusnya mampu memberikan gambaran yang sama apabila ada pihak lain dalam kondisi yang sama melakukan penelitian. Metode penelitian pada prinsipnya adalah suatu cara kerja untuk dapat memahami objek dari ilmu yang bersangkutan.
1.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini jenis penelitian yang penulis pergunakan yaitu field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di tempat terjadinya gejala-gejala atau penelitian dengan peneliti terjun langsung ke lapangan.
Sedangkan jika ditinjau dari pendekatan analisanya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. yang memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya.[42] Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas.
2.      Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2013 sampai dengan September 2013.
3.      Subjek Penelitian
Subyek penelitian adalah santri Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati yang mengikuti program Wajib Belajar Pendidikan Dasar pada pesantren salafiyah dan para pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data-data yang diperlukan penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a.       Metode Observasi
 Metode observasi adalah metode pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena yang diselidiki.[43] Metode ini penulis gunakan untuk mengamati, mengenal gejala peristiwa yang datang dari obyek, fasilitas belajar mengajar sarana prasarana, situasi dan kondisi implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati
b.      Metode Interview
Metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistem etika dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.[44] Dalam penelitian ini penulis menggunakan interview. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang tinjauan historis dan aktivitas pelaksanaan program wajar dikdas pondok pesantren Raudlatul Mubtadiin Ngagel tahun 2013.
Adapun untuk memperoleh data yang valid dan relevan, penulis memilih sumber informasi dari koresponden sebagaimana berikut:
1)      Informan Kunci
Informan kunci adalah orang yang memberi data informasi; orang yang menjadi sumber data dalam penelitian; narasumber inti. Dalam hal ini, yang menjadi narasumber kunci adalah Kyai Pondok Pesantren atau sering disebut pengasuh, ketua pondok pesantren, dan staff pondok bagian pendidikan.
Tujuan dipilihnya informan kunci adalah sebagai pemberi informasi secara valid tentang keadaan pondok pesantren, program pendidikan di pondok pesantren, serta mampu menjelaskan tentang realitas wajar dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel.
2)      Informan
Penulis memilih informan diantaranya adalah santri pondok pesantren, meliputi santri alumni wajar dikdas yang masih mondok dipesantren tersebut dan santri yang masih duduk di bangku pendidikan wajar dikdas.
Tujuan dipilihnya informan tersebut adalah untuk menggali informasi tentang efektifitas pelaksanaan program wajar dikdas bagi para santri pondok pesantren. Selain itu sebagai singkronisasi pernyataan dari informan kunci.
c.       Metode Dokumentasi
Metode pengumpulan data mengenai data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,  majalah, prasasti, notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya.[45] Sumber lainnya berupa buku induk, buku raport. Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang struktur organisasi, personalia ustadz dan keadaan santri pondok pesantren Raudlatul Mubtadiin Ngagel tahun 2013
5.      Teknik Analisis Data
Penulisan skripsi yang bersifat kualitatif ini diantaranya menggunakan analisis  model Miles and Huberman yang terbagi ke dalam tiga tahapan sebagai berikut :
a.       Data reduction (Reduksi Data)
Yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang peting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya, dan mecarinya bila diperlukan. 
b.      Data display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian data yang dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,  hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
c.       Conclusion Drawing/verification (penarikan kesimpulan)
Langkah ketiga dari penelitian Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel  .[46]
I.       SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Mengingat penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah, maka laporan penelitian ini disusun dalam bentuk Skripsi dengan sistematika sebagai berikut:
1.      Bagian Muka
Bagian muka terdiri dari Halaman Judul, Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
2.      Bagian Isi
Bagian Isi merupakan bagian utama dalam Skripsi. Penulis menyajikannya dalam lima bab berikut dengan sub bab masing-masing.
BAB I       : PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini berisi Latar belakang masalah, Penegasan Istilah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, Manfaat penelitian, Sistematika penelitian
BAB II      : LANDASAN TEORI


Pada bab ini disajikan beberapa teori yang menjadi landasan pembahasan dalam penelitian secara keseluruhan. Adapun landasan teori yang dimaksud adalah teori tentang; a. konsep Wajar Dikdas , meliputi; Pengertian Wajar Dikdas, Landasan Wajar Dikdas Pondok Pesantren ,Tujuan Wajar Dikdas Pondok Pesantren Salafi. b. Ilmu Pengetahuan Umum, meliputi; Pengertian Ilmu Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Umum, serta santri pondok pesantren.
BAB III    : METODE PENELITIAN
Adapun pada bab III tentang metode penelitian, penulis menjabarkan melalui Jenis dan Pendekatan Penelitian, Fokus Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian, Subjek Penelitian, Desain Penelitian, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data dan Teknik Analisis Data.
BAB IV    : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis mendeskripsikan data-data yang telah diperoleh selama proses penelitian dilakukan. Data-data yang dimaksud dijabarkan dalam beberapa bagian; pertama, tentang Gambaran Umum Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati. Kedua,  Implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati. Ketiga, Pencapaian target implementasi wajar dikdas dalam meningkatkan ilmu pengetahuan umum santri di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013. Keempat, Faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi Wajar Dikdas di Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Ngagel Dukuhseti Pati tahun 2013.
BAB V      : PENUTUP                                                        
Pada bab ini penulis akan menyajikan simpulan dan saran.
3.      Bagian Akhir
Bagian akhir ini berisi Daftar Pustaka, Lampiran-Lampiran, dan Daftar Riwayat Hidup Penulis.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam,  Ihya Ulumuddin, terj. Zeid Husein Al-Hamid Jakarta:Pustaka Amani, 2007.

Arikunto, Suharsimi , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta: Rineka Cipta,  2006.

Asrohah, Hanun,  Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.


DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), Cet. 4.

Dirjen Kelembagaan Agama Islam  RI, Panduan Teknis Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Pada Pondok Pesantren Salafiyah, Jakarta: 2001.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3S, 1982

Fealy, Greg , Ijtihad Politik Ulama’, Sejarah NU 1952-1967, Yogyakarta: LKiS, 2007, Cet.7.

Hadi, Sutrisno Validitas Reabilitas Analisis Sistem dan Tehnik Korelasi, Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1995.

http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 (Pembukaan Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1945) di akses pada tanggal 27 Mei 2013.

Madyo Eko Susilo dan R.B Kasihadi, Dasar-Dasar Pendidikan, Semarang: Effar Publishing, 1993.

Muhadjir,  Noeng,  Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin,  2002.

Pius A Partanto dan M Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arloka K, 2001.

Praja, Juhaya S, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, Bandung: Teraju, 2002.

Prasetyo, Agus, Wajar Dikdas 9 tahun di Pondok Pesantren, 27 Mei 2013. http://cridealits.blogspot.com/2011/05/wajar-dikdas-9-tahun-di-pondok.html

Sahim A’yun, KarakteristikPendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi, 12 April 2010. 29 Mei 2013. http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/

Sampurna K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Cipta Karya, 2003.


Santa, Karakteristik Pendidikan Dasar, 25 Juli 2011, diakses pada tanggal 29 Mei 2013. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190355

Saud, Udin S., Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun, Makalah disampaikan pada Seminar dan lokakarya UPI, 2008.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung : Alfabeta, 2007.

Syukur,  Amin , dkk., Metodologi Studi Islam, Semarang: Gunungjati, 1998.


Tamyiz, Burhanuddin, Akhlaq Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlaq, Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001.

UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.


Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai tentang Pesantren, Yogyakarta, LkiS, 2000.

Yasmadi,  Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Ciputat: Quantum Teaching, 2005.

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber Widya Offset, 1962.




[1] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya Offset, 1962), 11.
[2] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 184.
[3] Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai tentang Pesantren, (Yogyakarta, LkiS, 2000), 1.
[4] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3S, 1982),  44.
[5] Wahid,  43.
[6]  Burhanuddin Tamyiz, Akhlaq Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlaq, (Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001),  50.
[7] http://www.dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/uud45 (Pembukaan Undang-Undang Republik Indonesia tahun 1945) di akses pada tanggal 27 Mei 2013.
[8] adalah Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004 – 2009.
[9] Agus Prasetyo, Wajar Dikdas 9 tahun di Pondok Pesantren, 27 Mei 2013. http://cridealits.blogspot.com/2011/05/wajar-dikdas-9-tahun-di-pondok.html
[10] Dirjen Kelembagaan Agama Islam  RI, Panduan Teknis Penyelenggaraan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Pada Pondok Pesantren Salafiyah, (Jakarta:2001), 1.
[11]  DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), Cet. 4,  860.
[12] DepDikBud,  374.
[13] Dirjen Kelembagaan Agama Islam  RI, V-9.
[14]Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, terj. Zeid Husein Al-Hamid (Jakarta:Pustaka Amani, 2007),  4.
[15]  Pius A Partanto dan M Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka K, 2001),  693.
[16]  Yasmadi,  Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, 2005, Ciputat: Quantum Teaching, 61.
[17] Greg Fealy, Ijtihad Politik Ulama’, Sejarah NU 1952-1967, (Yogyakarta: LKiS, 2007), Cet.7, 23.
[18]   Sampurna K, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Cipta Karya, 2003),  335.
[19] UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
[20] Udin S. Saud, Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Wajib Belajar 9 Tahun, (Makalah disampaikan pada Seminar dan lokakarya UPI, 2008),  3.
[21] Madyo Eko Susilo dan R.B Kasihadi, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effar Publishing, 1993),  80.
[22] Santa, Karakteristik Pendidikan Dasar, 25 Juli 2011. 29 Mei 2013. http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190355
[23] Sahim A’yun, KarakteristikPendidikan Dasar, Menengah dan Tinggi, 12 April 2010. 29 Mei 2013. http://pandidikan.blogspot.com/2010/04/
[24] Udin S. Saud, 3-4.
[25] Dirjen Kelembagaan Agama RI,  V-5.
[26] Dirjen Kelembagaan Agama RI,  V-7 – V-8.
[27]  Juhaya S Praja, Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia, (Bandung: Teraju, 2002),  4.
[28]  Praja, 3.
[29]  Amin Syukur, dkk., Metodologi Studi Islam, (Semarang: Gunungjati, 1998), 17.
[30]  Syukur, 17-18.
[31]  Syukur, 20.
[32] Renaissance adalah suatu periode sejarah di mana perkembangan kebudayaan Barat memasuki periode baru dalam semua aspek kehidupan manusia, seperti ilmu-ilmu pengetahuan, teknologi, seni dalam semua cabang, perkembangan sistem kepercayaan, perkembangan sistem politik, institusional, bentuk-bentuk sistem kepercayaan yang baru dan lain-lain. Lebih jelasnya lihat di Wikipedia, Pengertian  Renaisance, 2012.  6 September 2013. http://www.tuanguru.com/2012/02/pengertian-renaissance.html
[33] Muhammad Cholil Nafis, Meretas Dikotomi Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, 3 Juni 2013. 1 Agustus 2013. http://info-umat.blogspot.com.
[36] Abdurrahman Shaleh, Pendidikan Agama di Sekolah Umum (Visi, Misi, dan Aksi), (Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000), 1.
[37]  Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 2001), 693.
[38]  Yasmadi,  Modernisasi Pesantren, Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), 61.
[39]  Tim Pakar Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN Malang Press, 2009), Cet. I, 83-84.

[40] M. Badrus Sholeh, Kiai, Pesantren dan Tradisionalisme Islam Jawa (Telaah Buku “Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai” Karya Zamakhsyari Dhofier), 26 Januari 2010. 6 Juni 2013. http://mas-badrus.blogspot.com/2010/01/kiai-pesantren-dan-tradisionalisme.html

[41] Sutrisno Hadi, Validitas Reabilitas Analisis Sistem dan Tehnik Korelasi, (Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM, 1995), 70.
[42]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2005),  19.
[43] Hadi, 136
[44] Hadi, 193
[45] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Rineka Cipta,  2006),  188
[46] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung : Alfabeta, 2007), .337-345.
Blogger
Disqus
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai

No comments